Tampilkan postingan dengan label CERPEN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CERPEN. Tampilkan semua postingan

31/03/11

SENJA DIATAS PASIR

Bintang yang tersembunyi didalam gelap bersandar pada langit yang menangis dengan sendu sedang gerimis lembut bertebaran menyapa bumi yang muram. Ia dibawah sebuah neon meringkuk antara kenyataan dan mimpi. Ia sedang berfikir tentang perasaannya. Bagaimana mungkin ia dibuat resah oleh perasaannya sendiri, bahkan ia pun tak pernah tau keindahan senyuman kekasihnya itu.

" Jelas ini cinta. . . Ya, jelas perasaan ini bukan sekedar bualan." pikirnya. Ia yakin almitra pun mencintainya seperti ia mencintai bayangan kekasihnya. 
Sebuah Pesan singkat membuyarkan lamunannya yang semakin menuntun pada rahasia.

" malam takkan mampu menakutiku dengan dosa cinta dan seharusnya cintamu padaku tak menabiri kenyataan, karena kebutaan akan menuntun kamu kedalam jurang." Hampir seratus kali pesan itu dibacanya, tapi tetap tak mengerti.

" Aku tak kira wanita lembut sepertinya mampu merangkai kata sedemikian rumit. Huh. . . Apa artinya, kenapa cinta lebih suka membuat semuanya menjadi rumit dan sulit dimengerti." gumamnya.
Hujan mulai tipis dan sebuah lagu berjudul Harmoni berdendang menemani suara gerimis.

Perempuan yang Kunikahi dengan Puisi

Aku merasa bersalah bila menatap matamu yang bagai ceruk dalam, setelah hangus dalam ranjangmu semalam. Oh tapi aku tahu itu keinginanmu bukan? Kau bahkan sepertinya bahagia bukan kepalang bila malam-malam--ketika tak ada satu lelaki pelanggan pun yang melirikmu dan mau tidur denganmu--tiba-tiba aku datang dan menyambutmu dengan pelukan sayap lelaki bujang. Aku merasa sesat bila terjebak lagi dengan pertemuanmu, bagai menemukan beruang lapar di hutan. Dan sebaliknya anehnya jadi serba salah, bila aku tak kunjung bertemu denganmu aku malahan merasa dingin dan sepi sekali. Aku merasakan bahwa aku sedang berenang di lautan es tanpa busana. Tanpa ada rumah yang mau menyambutku dengan api unggun dan segelas susu hangat.

Aku selesaikan ciumanku denganmu begitu khdimat ketika bibirku lumat dan bibirmu masih bermain peran. Kau malah sempat menghempaskan tubuhmu lagi di kasur empuk, merubung tubuhku dengan goda. Dan sedikit-sedikit ingin kembali luruh denganku ketika jari lentikmu mengajak bercinta lagi. Tak bisa, kataku padamu. Aku harus pulang, kuliah pagi ini. Aku harus siapkan buku-buku dan makalah yang akan aku persentasikan tepat di depan dosen. Mata kuliah mengajarkanku untuk membagi waktu sebaik mungkin, cinta dan karir begitu bebarengan. Mudah-mudahan lancar, ucapku padanya. Agar ia ngerti dan mau mendoakanku.

Aku tahu dia akan pulang dan merasakan lagi kengerian yang sudah bisa aku tangkap dalam kecemasannya ketika aku mulai mengancingkan kemejaku. Dia selalu merasakan cemas yang dasyat. Padahal dia perempuan yang masih muda dan cantik dengan bibir yang tak bosan-bosan menawarkan candu. Tubuhnya ramping, dan di dadanya ada sepasang apel matang. Dia tak terlalu pintar dari bagaimana cara bercerita tentang dirinya juga hidupnya padaku, namun dengan otak yang sedemikian rupa tergambar dari perilakunya mencermati perjumpaan berkali-kali, dia sepertinya masih cukup pantas sekolah di kampus swasta yang tersebar di penjuru kota.

Aku tahu dia mempunyai kecemasan yang besar, sangat bisa aku rasakan. Namun senantiasa dia menyeruakan, tak ada apa-apa aku, karena baginya diriku tujuannya. Dia selalu seperti itu bila kutanyai ‘ada masalah?’ kurang lebih jawabnya sampai di situ.
Aku tak mau memaksa menanyainya, tak ada gunanya. Dia perempuan paling cantik dan paling bisa memahamiku dalam segala hal di usiaku yang masih muda. Aku masih ingat dengan ice cream yang ia pilihkan

Entri Populer